Monday, October 13

meretas mimpi

"Aku kecewa", batinku menjerit, tertahan di dasar hatiku. Pedih rasanya menyaksikan orang yang selama ini begitu aku hormati, yang aku jadikan panutan untuk bertindak ternyata menjualku atas nama gengsi dan nama baik murahan. Bapak adalah orang yang membuatku menjadi seperti sekarang ini; pribadi yang teguh pada prinsip dan tau membawa hidupku ke arah yang aku inginkan. Tetapi, Bapak kini malah menentang nurani tulusku, keyakinan teguhku, satu hal baru ketika aku mampu belajar menemukan kesejatian hidup.

Hatiku makin perih saat menyaksikan tingkah polah Bapak yang sama sekali tidak mencerminkan kata nama baik dan harga diri yang selalu beliau dengungkan di telinganya. Disapa Mas Sayogya dia malah mlengos. Keesokan harinya segerombolan orang tak dikenal menghajar Mas Sayogya sampe babak belur, mengirim pesan untuk tidak mendekati Dinar putri kesayangan Bapak kapanpun.

Tubuh dan tanganku bergetar hebat, menahan gelombang emosi yang sudah memuncak. Tetapi Mas Sayogya memelukku lembut, menahanku untuk tidak marah di depan Bapak. "Biarkan Bapakmu, Nar. Dia cuma seorang ayah yang ingin melindungi anaknya", ucapnya. Lama, aku menatap mata Mas Sayogya sambil mengobati luka2nya. Ia masih tersenyum hangat dan meyakinkanku bahwa semua akan baik2 saja.

Aku pun bangkit. "Baiklah..aku akan memberi kesempatan bagi Bapak untuk mencintaiku lagi. Siapa tau Bapak berubah, siapa tau Bapak bersedia memahami keyakinanku", kataku. Mas Sayogya tersenyum sumringah. Aku ragu saat mengucapkannya, dan sungguh, aku ragu mempercayai Bapakku lagi. Tetapi, di balik semua hak yang aku punya untuk marah dan memilih keyakinanku, aku memang harus bertahan dan mengalah, terus diam dan bersikap seolah-olah tidak ada apa2. Aku harus mampu datang kepada Bapak dan menyapanya seperti sedia kala, sambil berharap Bapak mau melihat kedewasaan sikapku.

Aku bermimpi di suatu hari nanti Bapak akan menganggukkan kepalanya atas apa yang telah kupilih dan membuang segala teori nama baik dan harga dirinya yang omong kosong itu. Tapi, sebagian hatiku menolak untuk mempercayai itu. Memang, aku tidak yakin akan hari depan yang akan aku hadapi. Tetapi, siapa tau keajaiban itu datang dan menyerah pada kekeraskepalaanku.


(P. Budiningtyas)

No comments: